Minggu, 21 Januari 2018

Berangkat Studi Sekaligus dengan Keluarga ke Negri Orang, Mungkinkah?

Cerita hari ini kita mulai dengan urusan keberangkatan kami sekeluarga ke Christchurch, New Zealand.
Saat itu, Mei 2017, urusan visa alhamdulillah sudah selesai. Jadi apalagi nih? Harusnya tinggal berangkat aja, karena Offer of Placeku dimulai tanggal 1 Juni. Tapi aku masih bertahan di Banda Aceh, menunggu kabar dari dua teman yang kukenal lewat dunia maya, Mbak Ririn dan Nida, membantu mencarikan rumah untuk kami sekeluarga.
Sebelumnya aku sudah menghubungi grup PPIC (Perhimpunan Pelajar Indonesia Canterbury) mengabarkan kalau aku butuh bantuan dicarikan rumah. Alhamdulillah Mbak Ririn dan Nida berinisiatif menghubungiku langsung. Akhirnya kami bergerilya mencari rumah di situs Trade Me, dan meminta keluangan waktu Mbak Ririn dan Nida untuk men-viewingkan rumah yang kumaksud tersebut.

Sedikit aku ingin membahas tentang peraturan sewa menyewa rumah di negri ini. Berbeda dengan sistem sewa menyewa rumah di Indonesia, di New Zealand, layaknya juga di Australia, sebelum si penyewa memutuskan mau menyewa rumah atau kamar, maka harus diadakan viewing dulu. Maknanya, rumah atau kamar yang hendak disewa harus dilihat dulu situasi dan kondisinya. Terkadang kalau lagi rejeki, yang mau viewing cuma kita aja nih, dan si pemilik rumah atau agen rumah langsung oke untuk kita menempati rumahnya. Nah, masalahnya, seringkali viewing itu dihadiri oleh banyak orang dengan niat yang sama, mau menyewa rumah yang dimaksud. Kalau ini yang terjadi, maka si pemilik rumah atau agen rumah akan memutuskan siapa yang beruntung untuk tinggal di rumah tersebut dengan melihat pada data yang kita isi di form untuk menyewa rumah yang diberikan. Dalam hal ini, kalau kamu seorang student yang mengantongi beasiswa, biasanya akan lebih gampang dapat rumah, karena ada jaminan uang sewa rumah tidak akan tertunggak. Namun tidak semua pemilik atau agen rumah senang dengan penyewa yang memiliki anak-anak kecil, seperti keluarga kami, karena anak-anak cenderung akan mengeluarkan kreatifitasnya dengan mencoret-coret dinding rumah.

Kembali ke cerita kami setelah beberapa kali viewing, Mbak Ririn dan Nida tidak merekomendasikan rumah yang aku maksud karena letaknya jauh dari kampus. Aku kemudian berinisiatif meng-email  salah satu agen rumah, mengatakan bahwa aku betul-betul butuh rumah segera. Alhamdulillah, ternyata ada rumah yang tidak jadi disewa dan lokasinya dekat kampus. Memang harga sewanya di atas budget yang kami perkirakan, namun untuk ukuran rumah dengan 4 kamar, harga yang diberikan sudah termasuk di bawah standar.


Alhamdulillah setelah Mbak Ririn men-viewing rumah tersebut, dan Nida membantu urusan administrasinya, kunci rumah sudah boleh diambil. Isi rumah bagaimana? Kebetulan ada salah seorang mahasiswa yang kuliah di Lincoln University, berjarak sekitar 30 menit dari University of Canterbury, universitas tujuanku, telah menyelesaikan studinya dan kembali ke Indonesia dengan keluarganya dalam bulan April 2017. Maka aku minta take over isi rumah mereka, paling tidak begitu kami tiba, ada kasur untuk merebahkan diri dan ada peralatan masak dan makan. Sebelum kami punya rumah, isi rumah yang sudah kami take over itu kami titipkan dulu di rumah salah satu mahasiswa Indonesia yang punya space di garasinya. Sekitar satu bulan barang-barang tersebut memenuhi garasi teman, akhirnya setelah Nida mengantongi kunci rumah kami, barang-barang tersebut bisa segera dipindah rumahkan. Alhamdulillah banyak yang mau membantu. Terima kasih yang amat sangat kepada semua teman-teman di Christchurch yang sudah meluangkan waktu dan tenaga untuk kebutuhan kami sekeluarga, padahal saat itu kita bahkan belum pernah bertatap muka, namun bantuan yang diberikan layaknya bantuan untuk keluarga dekat, alhamdulillah.
Bersambung ya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Emang Enak Tinggal di Luar Negri?

Biasanya nih, kalau mau ke luar negri yang terbayang yang indah-indah aja, yang akan hidup di negri majulah, yang pemandangannya indah, bis...