Senin, 29 Januari 2018

Emang Enak Tinggal di Luar Negri?

Biasanya nih, kalau mau ke luar negri yang terbayang yang indah-indah aja, yang akan hidup di negri majulah, yang pemandangannya indah, bisa megang salju, kemana-mana pergi akan berbahasa Inggris, punya teman-teman dari seluruh penjuru dunia, keren lah pokoknya…

Begitu juga dengan komentar orang-orang yang tau kami sekeluarga akan berangkat ke Selandia Baru, “Wah…mau jadi orang Eropa nih ya…” langsung aku heran “???............ Selandia Baru itu di bawahnya Australia, bukan temannya Swedia, Finlandia atau Norwegia”, “O….wkwkwk” temanku cekikikan. Ada juga mahasiswaku yang bilang gini, “Ms. Mau berangkat ke luar negri? Bareng keluarga? Asik ya!” aku jawab, “Iya, alhamdulillah, tapi saya ke sana mau kuliah, bukan mau jalan-jalan…” “Iya, tapi kan sambal jalan-jalan juga”, ok lah, ada benarnya, gak mungkin juga aku cuma mondar-mandir rumah-kampus-rumah setiap hari.

Tapi sebenarnya aku sendiri sudah sedikit banyak tau rasanya tinggal di luar negri karena 10 tahun lalu aku kuliah di Australia. Australia dan Selandia Baru mungkin kurang lebih sama, gitu pikirku. Walaupun terus terang aku tidak suka cuaca dingin, tapi semuanya patut disyukuri. Ada temanku yang mengatakan, “Kalau nggak dingin, ya nggak seperti tinggal di luar negri”, dan aku pikir itu ada benarnya juga, hehe. Karena sebenarnya aku ingin kuliah ke negri yang dekat-dekat saja, seperti di Malaysia, namun memang tidak takdirku ke situ. Karena aku pernah lulus seleksi tes beasiswa pemerintah Aceh dengan negara tujuan Malaysia, tapi harus ganti negara tujuan karena backroundku memang Pendidikan Bahasa Inggris. Aku harus pilih salah satu dari 4 negara pilihan: Selandia Baru, Taiwan, Rusia atau Jerman. Jelas bahwa Selandia Baru pilihan yang paling baik. Walaupun kemudiannya aku tinggalkan beasiswa ini karena dapat beasiswa lain yang memberikan biaya keluarga, namun tetap saja di form aplikasi kutulis Selandia Baru sebagai negara tujuan, ya, inilah takdirku, alhamdulillah ‘ala kulli hal.

Walaupun sudah memperkirakan keadaan yang akan kami sekeluarga hadapi, namun tetap saja rasa rindu kampung halaman, atau istilah kerennya homesick melandaku, bahkan kami sekeluarga, terutama di 2 minggu pertama. Homesick itu memang penyakitnya orang yang baru saja meninggalkan kampung halaman. Biasanya homesick itu tidak langsung hadir di hari pertama ketibaan di negri orang, bisa jadi di hari ke-3, ke-4, beda-beda sih, tergantung personnya.
Jadi menurut teori, beberapa hari pertama itu kita masih excited, happy, “Wah, aku udah nyampe di negri orang nih, so beautiful! Amazing!” begitulah kira-kira yang dirasakan di hari-hari pertama. Namun sedikit demi sedikit rasa sepi itu hadir, perasaan bahwa aku sendiri di negri orang, tidak ada keluarga, tidak ada saudara dan teman akrab, tidak mengerti bagaimana naik bus, kemana mau belanja, dimana mau beli makanan atau bahan makanan cita rasa Indonesia, de el el.

Perasaan ini, seperti sudah aku sebutkan di atas, juga melanda kami, walaupun kami berangkat bersama. Karena yang muncul adalah rasa rindu pada suasana kampung halaman. Terutama anakku yang perempuan, dia kangeeeeen berat sama neneknya, alias ibuku, karena memang dia yang paling dekat dengan nenek. Kalau aku sendiri merasa homesick selain karena belum beradaptasi dengan lingkungan baru, juga karena dari awal aku memang tidak suka dengan cuaca dingin, dan kami tiba di negri ini memang di awal winter, klop deh. Tapi kalau aku pikir-pikir, rasa homesickku itu seharusnya bisa kuredam atau kuminimalisir dengan rasa syukur kepada Allah atas segala karuniaNya kepadaku. Aku sadar bahwa di sana banyak teman-temanku yang lebih layak daripadaku untuk kuliah di sini, tapi mungkin belum takdir mereka untuk tinggal dan kuliah di sini.

Anyway, setelah mencapai klimaks homesick, masih berdasarkan teori, sedikit demi sedikit penyakit ini akan berkurang alias anti klimaks. Karena seiring waktu kita akan mulai beradaptasi dengan lingkungan baru, mulai mengenal lebih dekat lingkungan sekitar, dan yang paling penting, punya teman-teman baru! Karena teman-teman ini akan menjadi pengganti keluarga ketika kita jauh di rantau. Ada rasa senasib sepenanggungan yang menjalin keterikatan hati. Maka ketiba di negri orang, hilanglah rasa kesukuan, perbedaan agama atau hal lainnya, yang tinggal hanyalah rasa nasionalisme dan persaudaraan.

Oleh karena itu, kalau kamu mau meninggalkan kampung halaman, sangat baik untuk mencari tau informasi tentang kota tujuan, terutama hal-hal yang kurang kamu sukai, seperti misalnya perubahan cuaca yang tidak menentu, atau gak bisa makan bakso, kecuali mau buat sendiri, dan jangan lupa, bergabunglah dengan komunitas apa saja, baik komunitas pelajar dari negri sendiri, atau cari kegiatan di kampus yang membuat kamu benar-benar merasa bagian dari kampus atau jalan-jalan di hari libur, jangan lupa ajak teman, biar kamu nggak merasa lonely….
Akhirnya, kamu akan bilang gini nih, THIS IS MY SECOND HOME!             

1 komentar:

  1. Yang punya pengalaman homesick, yuk, berbagi di sini...SHARING IS CARING

    BalasHapus

Emang Enak Tinggal di Luar Negri?

Biasanya nih, kalau mau ke luar negri yang terbayang yang indah-indah aja, yang akan hidup di negri majulah, yang pemandangannya indah, bis...